Dari tahun ke tahun, kena sama
riset biologi di Indonesia jadi primadona pihak asing ketimbang bidang-bidang
lain. Ini mengingat Indonesia negara megabiodiversitas berlimpah informasi
keilmuan biologi yang belum terungkap. Namun, peneliti Indonesia wajib
memastikan sejak awal kerja sama memberikan manfaat berimbang.
"Indonesia tak menutup pintu
terhadap peneliti asing, tetapi harus jelas Indonesia dapat manfaat seimbang,
tidak lebih banyak bagi pihak asing," kata Direktur Pengelolaan Kekayaan
Intelektual, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) Sadjuga, Senin
(18/1), di Jakarta.
Kepala Seksi
Administrasi Perizinan Penelitian KemenristekDikti Sri Wahyono mengatakan,
keanekaragaman hayati Indonesia memang daya tarik peneliti asing. Selama 16
tahun terakhir, 60 persen kerja sama riset Indonesia dengan asing terjalin di
bidang biologi cakupannya termasuk ekologi (mempelajari lingkungan tempat
tinggal organisme), zoologi (hewan), primatologi (primata), dan pengelolaan
sumber daya alam.
Selama 2014,
Kemenristek-Dikti mencatat ekologi bidang paling diminati peneliti asing,
mencakup 15.43 persen dari kerja sama riset yang disetujui. Bidang zoologi
urutan kedua (9,77 persen) dan biologi makro urutan ketiga (8.79 persen).
Urutan pertama 2013 adalah biologi, tahun 2012 ekologi, 2011 ekologi, dan 2010
biologi.
"Lokasi
tujuan favorit riset biologi adalah kawasan konservasi atau daerah
keanekaragaman hayati tinggi" ujar Wahyono. Lokasi itu, antara lain,
laboratorium alam rawa gambut yang dikelola Center for International
Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatland (Cimtrop)
Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah, serta Cagar Alam Tangkoko Dua
Saudara, Sulawesi Utara.
Peneliti
serangga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Rosichon Ubaidillah, mengatakan,
faktor lain penarik peneliti asing bidang biologi karena Indonesia laboratorium
alam terlengkap dan terkompleks di dunia. Secara geografis, wilayah barat
dipengaruhi biodiversitas Asia, wilayah timur dipengaruhi biodiversity
Australia dan Papua Nugini, serta di antara dua wilayah itu terdapat transisi
yang dinamakan kawasan Walacea.
Masih banyak
kekayaan hayati darat dan laut yang belum diketahui mulai mamalia hingga
mikroba dan dari yang berpotensi untuk obat dan kesehatan, energi hingga pangan.
Manfaat
berimbang
Sebagai
negara pemilik kekayaan sumber daya hayati. Indonesia harus memastikan potensi
manfaat jangka panjang dari riset juga dirasakan masyarakat Tanah Air, misalnya
jika ada investor yang tertarik mengembangkan produk setelah membaca jumal
hasil riset antara peneliti asing dari Indonesia.
Sayangnya,
kata Wahyono, Indonesia baru memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006
tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan
Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan
Orang Asing. Sementara itu. Indonesia belum mengatur teknis pembagian manfaat
berimbang dari pemanfaatan sumber daya hayati.
Menurut
Sadjuga, sambil menunggu terbitnya UU yang mengatur pembagian manfaat tersebut,
pihak Indonesia yang menjadi mitra peneliti asing harus memastikannya dalam
perjanjian, mulai nota kesepahaman hingga kesepakatan teknis.
Dari 10 besar
negara asal peneliti asing yang melakukan kerja sama riset. Amerika Serikat dan
Jepang konsisten menempati urutan pertama dan kedua. Pada 2014, sebanyak 23
persen peneliti asing berasal dari Amerika Serikat.
Referensi :
0 komentar:
Posting Komentar